Jakarta, INDIKASI News — Penyakit Demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta saat ini, patut menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
Apabila tak ditangani dengan baik, DBD bakal menjadi momok tersendiri. Selama periode Januari hingga Maret 2015, tercatat dari 1042 orang yang terserang DBD dan lima orang meninggal dunia.
Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit menular melalui perantara nyamuk (Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus) yang membawa virus dengue.
Penyakit ini termasuk penyakit musiman, yang cenderung meningkat kala musim hujan dan sering mengakibatkan kejadian luar biasa (KLB) di tiap daerah.
Sepak terjang nyamuk Aedes aegypti ini biasanya menyerang manusia di atas pukul 10 pagi dan tiga sore.
Dan, kawasan DKI Jakarta merupakan daerah endemis kasus DBD.
Dari laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI, di awal 2015, kasus DBD di DKI Jakarta dikatakan kerap menurun.
Namun, Kepala Dinkes DKI Jakarta, Kusmedi mengatakan, angka tersebut jauh lebih rendah daripada tahun lalu di periode yang sama, yaitu 865 kasus.
“Kita (Jakarta) justru malah turun terus, dari tahun-tahun lalu. Dibanding 2014, dalam kurun waktu yang sama hingga Maret, sudah turun jauh.
Waktu itu tercatat 3408 orang terserang DBD,” ungkapnya saat dihubungi akhir pekan lalu.
Kendati demikian, Kusmedi mengatakan, pihaknya masih mencoba mengevaluasi status penurunan kasus DBD tersebut.
“Saya masih curiga, apakah angka ini betul atau ada yang lambat melaporkan.
Makanya mulai pekan ini, saya sudah turunkan tim satgas ke RS dan puskesmas di seluruh DKI Jakarta, untuk melakukan penelurusan datanya,” tegas Kusmedi.
Ia mengaku Kasus DBD paling banyak ditemukan di Jakarta Selatan, di antaranya Pancoran, Kebayoran Baru, Cilandak, Tebet, dan Pesanggrahan.
Sementara tahun lalu, wilayah yang memiliki jentik nyamuk paling banyak adalah Jakarta Timur.
“Perubahan musim penyakit DBD meningkat, untuk itu saya mengajak masyarakat untuk berpartisipasi memberantas sarang nyamuk,” harap Kusmedi.
Dirinya juga mengungkapkan, pihaknya akan segera membuat program Jumantik (Juru Pemantau Jentik) di sekolah. Menurutnya, sudah cukup lama DKI Jakarta tak mengalami status KLB DBD.
Terakhir, status KLB DBD terjadi di Jakarta pada 1998.
Pada 2009, terdapat 18.735 kasus DBD dengan IR (incidence rate/angka kesakitan): 221,09 per 100.000 penduduk, dan angka CFR (case fatality rate/angka keparahan) berkisar pada 0,10 persen.
Sedangkan sejak 2011 angka tersebut terus meningkat, dengan CFR tertinggi pada 2014 mencapai 0,31 persen.
Sementara, di tingkat Kecamatan dengan IR DBD tertinggi di Jakarta Selatan pada 2014 adalah Kecamatan Cilandak dengan IR 142,08, Kebayoran Baru dengan IR 124,58 dan Pasar Minggu dengan IR 122,11.
Disisi lain, dari data Dinkes DKI Jakarta, kelompok umur tetinggi dari penderita DBD dengan IR 229/100.000 penduduk adalah umur 7- 12 tahun, usia anak-anak sekolah dasar.
Adapun salah satu contoh negara yang sukses menanggulangi DBD adalah Kuba. Kasus DBD di Kuba sebelumnya, cukup tinggi dan salah satu yang terparah di dunia.
Negara Amerika Latin ini mampu mengendalikan kasus DBD di negaranya dengan memobilisir masyarakat secara konsisten melakukan pemberantasan sarang nyamuk di seluruh negeri, secara terus-menerus dan serentak sepanjang tahun.
“Setelah mengalami beberapa kali wabah DBD, akhirnya Kuba dapat mengendalikan DBD, dan kasus terakhir yang dilaporkan adalah 2002,” ungkap Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Husein Habsyi saat di Jakarta.
Sebelumnya, Duta Besar Kuba untuk Indonesia Enna Viant Valdes mengatakan, pada 1981, Kuba mengalami kerugian tidak kurang dari USD103 juta akibat wabah DBD. (Sht)
Berdasarkan kotamadya, berikut jumlah IR (incidence rate/angka kesakitan) DBD terbanyak di DKI pada 2014 :
– Jakarta Selatan dengan IR 109,43
– Jakarta Barat dengan IR 98,68
– Jakarta Pusat dengan IR 76,83
– Jakarta Timur dengan IR 69,88
– Jakarta Utara dengan IR 60,98
Menyukai ini:
Suka Memuat...