Jakarta, INDIKASI News — Mafia ada di mana-mana. Ada mafia beras, mafia pajak, mafia migas, dan lainnya. Mafia migas kini ditengarai menggrogoti tubuh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN).
Para mafia ini membuat banyak proyek fiktif di PGN, sehingga negara dirugikan mencapai 94 juta dolar AS atau sekitar Rp1,2 triliun (kurs rupiah Rp 13 ribu).
Permainan mafia migas di PGN itu disampaikan Energy Watch Indonesia (EWI). Mereka mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menindak para mafia yang selama ini menggerogoti tubuh PT PGN.
Proyek fiktif yang dimainkan mafia itu, diantara proyek mengakuisisi saham dan lahan yang tidak sesuai antara proposal dengan nilai sebenarnya, sehingga mengakibatkan kerugian Negara mencapai 94 juta dolar AS (sekitar Rp 1,2 triliun, dengan kurs rupiah Rp 13 ribu).
“PGN telah lama berkarya di Indonesia tetapi Negara dan rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari karya-karya itu. Bahkan, akibat dari ulah petingginya banyak proyek menjadi mubazir. Akibatnya diperkirakan negara merugi sekitar 94 juta dolar AS karena tindakan mark up di tubuh PGN. Saya minta penegak hukum untuk tangkap sindikat mafia di PGN,” ujar Direktur EWI, Ferdinand Hutahaen di Jakarta, Senin (30/3/15).
Ferdinand menyatakan, dugaan tindakan mark up oleh direksi di PGN terkait dengan pembelian area Shale Gas Fasken pada Juni 2014 dari Swift Energy Company di Amerika Serikat, dimana end user-nya merupakan J.P Morgan, yang ketika itu direkturnya ialah Gita Wirjawan (GW), Mantan Menteri Perdagangan, sekaligus salah satu orang terdekat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam proses akuisisinya, menurut EWI, nilai yang dibayarkan oleh PGN lebih tinggi sekitar 50 juta dolar ASdari n ilai saham yang seharusnya saat itu. Di samping itu pula, ada ketidaksesuaian dari proyeksi bisnis yang dibuat dalam proposal PGN, yakni dituliskan produksi mencapai 200 juta kaki kubik, namun kondisi realnya ternyata hanya 120 juta kaki kubik.
“Ada selisih 80 juta kaki kubik atau jika dinominalkan dikali 3 dolar AS sebesar 24 juta dolar AS.
Kita minta Presiden untuk menindaklanjutinya, kalau ada penyimpangan tidak boleh dibiarkan, karena akan jadi citra buruk bagi BUMN lainnya. Pihak yang terlibat di dalam proses akuisisi agar diperika termasuk Gita Wirjawan itu sendiri,” tegasnya.
Korupsi,
Selain kasus proposal fiktif, Ferdinandus juga menyebutkan beberapa proyek yang terindikasi kuat banyak tindakan korupsi. Proyek-proyek itu di antaranya, investasi PGN di sektor hulu melalui anak usahanya PT. Saka Energi Indonesia dengan investasi sekitar 1 miliar dolar AS.
Menurutnya, dana itu bersumber dari anggaran yang sebenarnya dialokasikan bagi konversi dari bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) melalui pembangunan fasilitas pipa transmisi maupun pipa distribusi. Namun, oleh PGN itu dialihkan ke bisnis hulu.
“Padahal, core bisnis PGN hanya di sektor hilir tetapi dia malah ke sektor hulu. Itulah yang membuat perannya dengan Pertamina menjadi tumpang tindih. Pengalihan dana tersebut merugikan Negara,” katanya.
Kerugian negara lainnya dari PGN, tambah Ferdinand, pada pembangunan floating storage and regasification unit (FSRU) di Lampung dengan investasi sebesar 250 juta dolar AS yang mubazir dan tak tepat guna.
Karena untuk pasar yang sama telah tersedia FSRU milik Nusantara Regas (Pertamina dan PGN), dimana kapasitas milik NR mencapai 500 MMSCFD (Juta Standar Kaki Kubik per Hari) yang baru terpakai 60 persen.
“Pembangunan FSRU terdapat di Lampung.
Ketika investasi sangat besar sekitar 250 – 300 juta dolar AS. Tapi bukannya bermanfaat, setelah proyek selesai sudah 3 bulan tidak beroperasi. Kerugiannya mulai dari sewa kapal, penyusutan aset, dan bunga uang yang harus dibayar, totalnya sekitar 20 juta dolar AS tiap bulan.Ini sangat memperihatinkan sekali.
Sementara kalau untuk biaya investasinya, tim kami masih menghitung apakah ada indikasi mark up, tapi belum selesai,” jelasnya.
“Kami baru selesai menghitug kerugian yang dikaitkan berhentinya operasi sekitar 20 juta usd per bulan. Angka yang cukup fantastis dari FSRU di Lampung tambah dengan mark up (akuisisi area shale gas Fasken) 50 juta dan selisih produksi 24 juta dolar AS, jadi 94 juta dolar AS,” lanjutnya.
Krisis Gas,
Tak hanya itu, pembiaran krisis gas di wilayah Sumatera Utara, tumpang tindih pembangunan pipa gas Duri-Dumai serta keengganan Pertamina untuk menjual gas ke PGN tetapi lebih memilih ke trader.
“Persoalan-persoalan inilah yang menunjukan PGN dipenuhi para mafia.
Kami juga meminta agar Menteri BUMN segera mencopot semua direksi di PGN,” imbuhnya. (sht)
Menyukai ini:
Suka Memuat...